الحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: وَلَا تَسُبُّوا الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ فَيَسُبُّوا اللّٰهَ عَدْوًاۢ بِغَيْرِ عِلْمٍۗ كَذٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ اُمَّةٍ عَمَلَهُمْۖ ثُمَّ اِلٰى رَبِّهِمْ مَّرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
Jamaah Jumat
rahimakumullah,
Pada momentum Jumat ini, mari kita
bersama-sama menguatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt. Iman dan takwa
yang kita miliki ini merupakan sebuah anugerah yang tidak semua umat manusia
memilikinya. Kita harus bersyukur, walaupun terpaut jarak yang jauh dan beda
zaman dengan Nabi Muhammad sebagai pembawa risalah ilahiyah, namun kita
dianugerahkan kesempatan hidup dalam Islam, sebagai agama samawi pamungkas yang
sempurna dan agama yang diridhoi oleh Allah swt. Hal ini ditegaskan dalam
Qur’an surat Al-Maidah ayat 3:
اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ
وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ
Artinya: “Pada hari ini telah Aku sempurnakan
agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai
Islam sebagai agamamu”
Jamaah Jumat
rahimakumullah, Manisnya
Islam yang kita rasakan saat ini tidak akan bisa lepas dari jasa, wasilah, dan
lembutnya dakwah yang disampaikan Wali Songo di penjuru nusantara ini. Mereka
mampu memasukkan nilai-nilai Islam sebagai agama Rahmatan lil Alamin pada
budaya dan tradis bangsa Indonesia. Mereka mampu meyakinkan para leluhur kita
dengan dakwah penuh hikmah yang memang sudah dicontohkan oleh nabi Muhammad saw
dan juga sudah ditegaskan serta diperintahkan oleh Allah.
Hal ini
termaktub dalam Surat An-Nahl:125:
اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ
بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ
اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ
اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan
Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka
dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa
yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat
petunjuk”. Dalam ayat ini, kita harus memahami bahwa penting berdakwah
dengan cara yang baik. Karena hal baik yang didakwahkan dengan cara tidak baik,
tentu tidak akan mendapatkan hasil yang baik. Dalam konteks dakwah di
Indonesia, kita harus menyadari bahwa Indonesia memiliki keragaman suku,
budaya, tradisi, bahasa, dan agama. Sehingga menjadi kewajiban bagi umat Islam
untuk mengedepankan dakwah dengan hikmah di tengah kebhinekaan Indonesia yang
menjadi takdir dan sunnatullah. Toleransi menjadi kunci terciptanya
kehidupan yang damai. Perbedaan-perbedaan yang ada di tengah-tengah kehidupan
bermasyarakat tidak boleh menjadi pemicu konflik akibat arogansi dan prinsip
merasa paling benar sendiri. Perbedaan-perbedaan yang ada, sudah seharusnya
menjadi kekuatan untuk bersama membangun kehidupan yang harmonis penuh dengan
toleransi serta tidak saling menyakiti dan menyalahkan keyakinan dan
kepercayaan orang lain.
Allah
swt berfirman dalam Qur’an surat Al-An’am: 108
وَلَا تَسُبُّوا الَّذِيْنَ
يَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ فَيَسُبُّوا اللّٰهَ عَدْوًاۢ بِغَيْرِ
عِلْمٍۗ كَذٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ اُمَّةٍ عَمَلَهُمْۖ ثُمَّ اِلٰى
رَبِّهِمْ مَّرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
Artinya: “Dan janganlah kamu memaki sesembahan
yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan
melampaui batas tanpa dasar pengetahuan. Demikianlah, Kami jadikan setiap umat
menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan tempat kembali mereka, lalu
Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan.”
Jamaah Jumat rahimakumullah, Ayat ini secara khusus ditujukan
kepada kita, umat Islam, tentang bagaimana seharusnya kita bersikap menghadapi
sesembahan orang di luar Islam. Ayat ini diturunkan saat suatu ketika
orang-orang Islam mencaci-maki berhala, sesembahan orang-orang kafir, kemudian
mereka dilarang Allah melalui nabi untuk tidak memaki-maki itu. Dalam
kisah yang diriwayatkan oleh 'Abd ar-Razzaq dari Qatadah ini, Allah melarang
kaum Muslimin memaki berhala yang disembah kaum musyrik untuk menghindari
makian terhadap Allah dari orang-orang musyrik. Karena mereka adalah
orang-orang yang tidak mengetahui sifat-sifat Allah dan sebutan-sebutan yang
seharusnya diucapkan untuk-Nya. Maka bisa terjadi mereka mencaci-maki Allah
dengan kata-kata yang menyebabkan kemarahan orang-orang mukmin. Dari
ayat ini kita bisa mengambil hikmah bahwa kita dilarang melakukan perbuatan
yang bisa menimbulkan perbuatan yang memunculkan akibat buruk lainnya. Kita
juga dilarang melakukan sesuatu yang menyebabkan orang-orang di luar Islam
semakin tambah menjauhi kebenaran Islam. Allah memberikan penjelasan
bahwa Dia menjadikan setiap umat menganggap baik perbuatan mereka sendiri. Hal
ini berarti bahwa ukuran baik dan tidaknya sesuatu perbuatan atau kebiasaan,
adakalanya timbul dari penilaian manusia sendiri. Apakah itu merupakan
perbuatan atau kebiasaan yang turun-temurun ataupun perbuatan serta kebiasaan
yang baru saja timbul.
Jamaah Jumat
rahimakumullah, Dalam
konteks kebinekaan yang ada di Indonesia, Islam hadir dalam kesejukan dan mampu
membuat perombakan besar dalam tatanan kehidupan di nusantara. Perubahan ini
tidak terjadi secara instan atau serta merta. Butuh waktu bagi Wali Songo untuk
memasukkan nilai-nilai Islam. Akselerasi dakwah pun akhirnya dilakukan dengan
menjadikan tradisi sebagai salurannya. Media gamelan, seni wayang, dan
berbagai tradisi bangsa Indonesia mampu diwarnai dengan keislaman dan
ketauhidan dengan tidak serta merta langsung menyalahkan sepenuhnya tetapi juga
tidak membenarkan semuanya. Dakwah yang dicontohkan Wali Songo mampu mengganti
muatan-muatan tradisi lokal yang bertentangan dengan ajaran dasar Islam, tanpa
memicu polemik dan konflik terlebih penentangan yang mengakibatkan pertumpahan
darah. Kita pun wajib bersyukur karena keberhasilan dakwah Wali Songo
dan toleransi bangsa Indonesia yang mampu terjaga sampai saat ini, menjadikan
Indonesia percontohan dunia dalam kerukunan. Banyak tempat ibadah yang
berdekatan bahkan berdampingan di Indonesia dan umatnya hidup rukun dan damai.
Keragaman dan kedamaian seperti ini sangat langka ditemukan di berbagai penjuru
dunia. Jamaah Jumat rahimakumullah, Dengan kondisi damai seperti ini,
kita bisa merasakan sendiri ketenangan dan kekhusuan beribadah tanpa ada
gangguan konflik dan peperangan. Anugerah ini harus kita syukuri dengan menjaga
serta meningkatkan toleransi pada setiap perbedaan. Jangan karena ulah
segelintir orang yang merasa paling benar sendiri, kita ikut-ikutan bertindak
intoleran dan terprovokasi sehingga memunculkan ketidakharmonisan dalam
kehidupan bermasyarakat. Semoga Allah swt senantiasa memberikan
perlindungan dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga kita mampu
menyelaraskan antara Islam, tradisi, dan toleransi dalam kehidupan kita
sehari-hari. Amin
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْأَنِ الْكَرِيْمِ،
وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْأَيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ،
وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ
الْعَلِيْمِ، وَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
0 Komentar